Saturday, January 23, 2010

Pembiayaan Musyarakah


FATWA
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 08/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Pertama : Beberapa Ketentuan:

1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
2. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.


2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
2. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
3. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses
bisnis normal.
4. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola
aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan
aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
5. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan
dana untuk kepentingannya sendiri.

3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)

1. Modal
1. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang,
properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus
terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para
mitra.
2. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas
dasar kesepakatan.
3. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta
jaminan.

2. Kerja
1. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan
syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari
yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian
keuntungan tambahan bagi dirinya.
2. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi
dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi
kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

3. Keuntungan

1. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau
penghentian musyarakah.
2. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di
awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
4. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.

4. Kerugian

Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam modal.

4. Biaya Operasional dan Persengketaan

1. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.


Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 08 Muharram 1421 H / 13 April 2000 M

http://www.mui.or.id/mui_in/product_2/fatwa.php?id=15

No comments:

Post a Comment